Sejarah dalam goresan tinta telah banyak berubah. Diplintir oleh sekelompok orang pembenci kebenaran dan kebangkitan umat Islam. Merubah seorang pahlwan menjadi lawan. Merubah kebenaran menjadi cemoohan. Tapi sayangnya kita percaya, dan menelan mentah-mentah sejarah palsu tersebut. Layaknya bayi yang dicekoki racun bertuliskan susu, kita hanya menerima. Kita lupa diri, mengabaikan segala fakta dan lebih menyukai dongeng belaka. Seekor singa yang gagah perkasa kini telah menjadi kucing rumahan yang menurut pada tuannya. Karena kita lupa diri, sangat sulit untuk kembali. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Bukan berdasarkan hawa nafsu yang hanya sementara bisa memuaskan.
Dan kali ini saya akan berbagi salah satu bahan bacaan yang saya dapatkan dalam sebuah majalah Islam terbitan tahun 2003. Majalah Islam Sabili dengan tema Sejarah Emas Muslim Indonesia. Ketika saya membaca beberapa artikel dalam buku tersebut, cukup membuat saua mengerutkan dahi. Karena setiap hal yang kudapatkan di sekolah sungguh bertolak belakang dengan tulisan yang termuat dalam majalah tersebut. Sejarah yang diajarkan di sekolah tidak sama dengan sejarah yang disampaikan oleh bebarapa penulis dalam majalah tersebut. Terlebih pemaparan-pemaparan biografi singkat para tokoh/pejuang di masa kemerdekaan. Seorang pejuang menjadi seorang bandit dalam buku pelajaran anak sekolahan. Ini adalah hal yang aneh. Saya baca majalah tersebut dan menyisakan beberapa lembar. Kesimpulan yang saya dapatkan adalah “Sejarah kita sedang diobok-obok hingga akhirnya keruh, dan hanya gelap yang tersisa”. Salah satu penulisnya adalah Sejarawan Muslim bernama Ahmad Mansyur Suryanegara. Salah satu biografi singkat yang saya baca adalah tentang Abdul Kahar Muzakkar.
Jika sobat mengetik nama Abdul Kahar Muzakkar dalam kolom pencarian situs Wikipedia maka sobat akan mendapatkan sebuah kesimpulan bahwa beliau adalah seorang pemberontak. Karena dalam sebuah paragraf dalam situs tersebut terdapat kalimat yang mengatakan ” Ia dinyatakan pemerintah pusat sebagai pembangkang dan pemberontak”. Bagaimana dengan buku-buku para pelajar? Dan bagaimana sebenarnya fakta tentang beliau? Apakah benar beliau adalah seorang pemberontak? untuk mengetahui jawabannya silahkan baca tulisan berikut. Selamat membaca ☺
Abdul Kahar Muzakkar
Hamba Tuhan yang Jantan
Dalam buku Revolusi Ketatanegaraan Indonesia, Abdul Kahar Muzakkar pernah menuliskan keterangan tentang dirinya. “Sedjak masa ketjil saja tidak tidak pernah ditundukkan oleh lawan-lawan saja dalam perkelahian dan sedjak dewasa saja tidak pernah mendjadi “Pak Toeroet” pendapat seseorang di luar adjaran Islam.”
Pada bukunya lain yang berjudul Tjatatan Bathin Pedjoang Islam Revolusioner, ia kembali mempertegas siapa dirinya dengan mengeja arti namanya. Abdul artinya hamba, Kahar artinya Tuhan yang Gagah Perkasa, sedangkan Muzakkar memiliki makna jantan. “Jadi, Abdul Kahar Muzakkar berarti: Hamba Tuhan jang bersifat djantan.”
Kira-kira begitulah watak dan kepribadian Abdul Kahar Muzakkar. Sebuah pemahaman sekaligus penyerahan diri pada nilai-nilai Islam yang ditunjukkan oleh seorang pejuang.
Kahar Muzakkar, lahir dalam keluarga Bugis berdarah panas, yang tak mengenal kata gentar dalam kamus hidupnya. Lahir 24 Maret 1921, di Kampung Lanipa, Ponrang, Sulawesi Selatan. Pada usia remaja ia telah diminta oleh sang ayah untuk merantau menimba pengatahuan dan Jawa menjadi tujuannya. Di perguruan Muhammadiyah Solo, ia memintal ilmu agama. Di sini pula ia pertama kali bergerak dalam gerakan Hizbul Wathon.
Kisah perjuangan dimulai sejak Jepang memasuki Selawesi. Tak seperti banyak pemuda, yang menganggap Jepang pembebas dari Timur, Kahar Muzakkar yang menolak menjadi Pak Turut tak mudah percaya. Pembelotan pertama yang ia jalani adalah menentang sikap Kerajaan Luwu yang kooperatif dengan penjajah Jepang. Hukuman pun dijatuhkan, Kahar Muzakkar dituduh menghina kerjaan dan diganjar vonis adat ri paoppangi tana, hukuman yang memaksa ia pergi dari tanah kelahirannya.
Pada periode inilah ia terjun total dalam kancah perjuangan kemerdekaan. Ia mendirikan sebuah toko bernama Toko Luwu yang ia jadikan sebagai markas geraknya. Kiprah ini pula yang mengantar beberapa muda menemui Kahar Muzakkar suatu malam dan meminta ia membantu membebaskan pemuda-pemuda berjumlah 800 di Nusakambangan. Pembebasan itu terjadi pada Desember 1945, dan 800 orang yang dibebaskan menjadi cikal bakal lasykar yang dibentuknya. Lasykar yang diberi nama Komandan Groep Seberang ini pula yang menjadi motor perlawanan secara militer di Sulawesi Selatan.
Tapi, dalam perjalanannya, lasykar yang dipimpinnya dipaksa bubar oleh pemerintahan Soekarno yang baru berdiri. Dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel, ia menjadi perwira tanpa pasukan yang ditelantarkan.
Setelah itu, ia masih mencoba untuk berkiprah mendirikan Partai Pantjasila Indonesia. Pada tanggal 7 Agustus 1953, dengan ia memproklamirkan Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Negara Islam Indonesia. Dan proklamasi ini adalah awal dari babak baru perjuangan Abdul Kahar Muzakkar. Gerakan yang diusungnya ini mendapat simpati dari rakyat, bahkan kemudian banyak anggota TNI yang disertir, melarikan diri masuk hutan dan bergabung bersama NII Sulawesi Selatan.
Perlawanan terhadap pemerintahan Soekarno masih terus dilakukan, dan perlawanannya tercatat sebagai perlawanan terpanjang dalam sejarah TNI di Sulawesi. Sebenarnya ia menaruh harapan yang sangat besar pada Soekarno. Ia berharap Soekarno mengawal Indonesia menjadi sebuah negara berdasarkan Islam, yang akan mengantarkan pada kebesaran.
Dalam sebuah suratnya untuk Soekarno, ia mengutarakan hal tersebut. “Bung Karno yang saja muliakan. Alangkah bahagia dan Agungnja Bangsa Kita dibawah Pimpinan Bung Karno, jika sekarang dan sekarang djuga Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Islam, Pemimpin Besar Bangsa Indonesia, tampil ke muka menjeru Masyarkat Dunia yang sedang dipertakuti Perang Dunia III, dipertakuti kekuatan Nuklir, kembali kedjalan damai dan perdamaian jang ditundjukkan oleh Tuhan dalam segala Adjarannja jang ada dalam kitab sutji Al Qur’an…”
Tapi sayang, seruan Kahar Muzakkar seperti gaung di dalam sumur. Harap tak bertemu, malah petaka yang dituai. Kahar Muzakkar menjemput ajalnya di tangan tentara Divisi Siliwangi yang dikirim khusus menghabisi gerakannya. Kematiannya semakin menambah daftar para pejuang yang dikhianati oleh sejarah bangsanya sendiri.
Referensi
Majalah Islam Sabili
0 Komentar