Satu Senar


Niccolo Pagganini adalah seorang pemain biola yang sangat terkenal pada abad ke-19. Suatu hari, ia melakukan konser di tengah para penggemarnya yang memenuhi ruangan. Ia memainkan biola miliknya dengan diiringi oleh grup orkestra.

Saat konsernya tengah berlangsung, tiba-tiba salah satu senar biolanya putus. Keringat dingin mulai membasahi dahinya, tetapi ia tetap memainkan lagunya. Ternyata itu belum berakhir. Sebab, satu per satu senar biolanya putus, dan hanya meninggalkan satu senar saja. Namun, hal itu tidak membuatnya berhenti, Pagganini tetap melanjutkan permainanya. Saat para penonton mengetahui bahwa ia hanya bermain dengan satu senar saja, mereka pun berdiri dan berteriak sambil bertepuk tangan sebagai tanda kekaguman mereka.
"Hebat..., luar bisa...!"

Setelah suara tepuk tangan membahana di ruangan konser tersebut, Pagganini meminta para penonoton duduk. Pagganini memberi hormat kepada para penonton dan memberi isyarat pada dirigen orkestra meneruskan bagian akhir dari lagunya itu.

Dengan mata berbinar, ia berteriak, "Pagganini dengan satu senar!" Ia menaruh biola di dagunya dan mulai memainkan bagian akhir lagunya dengan indah. Penonoton sangat terkejut dan kagum pada kejadian itu.

Pesan inspiratif:
Dalam menjalani kehidupan, kita pasti selalu berhadapan dengan berbagai persoalan, kekhawatiran, kekecewaan, dan segala hal yang tidak baik. Bila kita mau jujur, kita akan mengakui bahwa kita sering mencurahkan terlalu banyak waktu pada "senar" kita yang putus, dan segala sesuatu yang tak bisa kita ubah.

Pertanyaannya ialah apakah kita masih memikirkan "senar-senar yang putus?" apakah "senar" terakhir nadanya sudah tidak indah lagi? Jika demikian, janganlah melihat ke belakang, maju terus, mainkan "senar" satu-satunya yang tertinggal, dan memaksimalkan memainkannya agar nada yang dikeluarkannya pun terdengar merdu.

Referensi
Buku: Rumah Seribu Cermin

Posting Komentar

0 Komentar